Beranda | Artikel
Silsilah Fiqih Pendidikan Anak No 31: Anak dan Ihsan
Senin, 17 Oktober 2022

Tingkatan kepatuhan seorang hamba dalam agama kita ada tiga. Islam, iman dan ihsan. Pembahasan tentang rukun islam dan rukun iman alhamdulillah sudah kita lewati. Saatnya kita membahas tingkatan ketiga, yakni ihsan, dan ini adalah tingkatan yang tertinggi.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pernah menjelaskan makna ihsan dalam haditsnya,

“أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ”.

“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. HR. Bukhari dan Muslim.

Makna di atas biasa diistilahkan pula dengan murâqabah, atau merasa selalu diawasi Allah ta’ala. Maka kewajiban orang tua adalah mengajarkan kepada anak tentang kedekatan dan pengawasan Allah terhadap hamba-Nya. Dia melihat serta mengetahui segala gerak-gerik dan perbuatan kita, juga mendengar semua ucapan kita. Bahkan Dia mengetahui segala isi hati kita.

Bacakan kepada mereka firman Allah ta’ala,

“أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ”.

Artinya: “Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. QS. Al-Mujadilah (58): 7.

Adapun prakteknya, maka cara menanamkan perasaan merasa diawasi tersebut kepada anak, antara lain adalah dengan sering-sering mengingatkan hal tersebut. Saat kita memotivasi dia untuk beribadah atau meninggalkan perilaku yang negatif, selalu berusahalah mengaitkannya dengan pengawasan Allah ta’ala.

Contohnya, ketika ibu melepas anaknya pergi ke masjid ia berpesan, “Shalatnya yang bagus ya nak! Jangan bermain-main ketika shalat! Sungguh Allah Maha Melihat, sekalipun ibu tidak melihat”.

Juga ketika ayah melepas kepergian anaknya ke sekolah, jangan lupa ia mewanti-wanti, “Belajarlah yang baik nak! Jangan berbuat nakal! Allah Maha Melihat segala gerak-gerikmu, walaupun bapak atau ibu guru tidak melihatnya”.

Namun tentunya, supaya penanaman perasaan positif tersebut efektif dan manjur, orang tua harus juga memiliki perasaan yang serupa dalam dirinya.

Logikanya, bagaimana mungkin seseorang mengajarkan membaca, sedangkan dia sendiri tidak bisa membaca?
<p”>@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 26 Rajab 1435 / 26 Mei 2014

 

 


* Diramu ulang oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari Mencetak Generasi Rabbani karya Ummu Ihsan Choiriyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 89-91) dengan berbagai tambahan.


Artikel asli: https://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-no-31-anak-dan-ihsan/